Terkait Fenomena Buih di Teluk Bima, DLH Kota Bima Ajak Masyarakat Jaga Kualitas Lingkungan

Terkait Fenomena Buih/Keruh Berwarna Cokelat di Perairan Teluk Bima

Dalam beberapa minggu terakhir, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bima menerima laporan dan pantauan langsung terkait kemunculan buih dan gumpalan biomassa berwarna kecokelatan di beberapa titik perairan Teluk Bima, khususnya di wilayah pesisir Kota Bima–Amahami.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan pada Jumat, 26 Desember 2025 serta uji kualitas air laut yang dilakukan UPT Laboratorium DLH Kota Bima bersama Labkesda Kota Bima, dapat disimpulkan bahwa fenomena tersebut disebabkan oleh proses eutrofikasi.

Apa itu eutrofikasi?

Eutrofikasi adalah proses meningkatnya kandungan mineral dan nutrien (terutama nitrogen dan fosfor) di perairan yang memicu ledakan pertumbuhan fitoplankton atau alga (algal blooming). Fitoplankton yang melimpah kemudian mati dan membentuk lapisan biomassa seperti gel/buih berwarna kecokelatan sebagaimana tampak pada foto.

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa terdapat beberapa parameter kualitas air laut yang melampaui baku mutu sesuai Permen LHK Nomor 22 Tahun 2021, antara lain:

Nitrat

Amonia

Fosfat

DO dan BOD

Total Coliform

Parameter-parameter tersebut berkaitan langsung dengan tingginya bahan organik serta nutrien di perairan.

Sumber penyebab utama berasal dari aktivitas di daratan dan pesisir, antara lain:

  • Limpasan air permukaan (run off) dari kawasan permukiman, pertanian, peternakan, dan aktivitas ekonomi yang bermuara ke teluk.
  • Kondisi hutan di hulu yang gundul, akibat pembukaan lahan pertanian (terutama jagung) sehingga meningkatkan erosi, sedimen, dan nutrien masuk ke badan air.
  • Penggunaan pupuk kimia secara intensif pada lahan pertanian yang terbawa air hujan ke sungai, lalu bermuara ke teluk.
  • Limbah domestik rumah tangga, baik berupa sampah padat maupun limbah cair.
  • Aktivitas kandang ternak di bantaran sungai yang menghasilkan limbah organik.
  • Aktivitas perikanan budidaya seperti keramba dan kolam yang menghasilkan sisa pakan serta kotoran.

Seluruh aktivitas tersebut meningkatkan beban nutrien dan limbah organik di perairan Teluk Bima sehingga mempercepat terjadinya eutrofikasi.

Selain itu, faktor meteorologi dan hidrodinamika ikut memperkuat fenomena ini, seperti:

  • kondisi air laut relatif tenang
  • intensitas sinar matahari tinggi
  • nutrien perairan melimpah

Kombinasi ini menyebabkan ledakan populasi alga/fitoplankton (algal blooming) yang kemudian tampak sebagai buih/gel cokelat di permukaan perairan.

Upaya DLH Kota Bima saat ini:

  1. melakukan pemantauan berkala lokasi terdampak;
  2. melanjutkan pengujian kualitas air secara periodik;
  3. berkoordinasi dengan OPD terkait mengenai pengendalian sumber pencemar; dan
  4. melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.

DLH Kota Bima mengajak seluruh masyarakat untuk:

  1. tidak membuang sampah dan limbah ke sungai maupun laut;
  2. mengurangi penggunaan pupuk kimia berlebihan;
  3. tidak membuat kandang ternak di bantaran sungai;
  4. mengelola limbah domestik dengan baik; serta
  5. mendukung rehabilitasi kawasan hulu dan daerah tangkapan air.

Fenomena ini merupakan peringatan bagi kita semua bahwa Teluk Bima sudah menerima beban pencemaran yang tinggi. Perbaikan tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi memerlukan partisipasi seluruh masyarakat.

DLH Kota Bima tetap berkomitmen menjaga kualitas lingkungan hidup demi kesehatan masyarakat dan keberlanjutan Teluk Bima.